Gembala Gereja Reformasi Indonesia (GRI) Pendeta Bigman Sirait menilai bahwa saat ini jemaat gereja-gereja di Indonesia, khususnya di Jakarta tidak kompak dalam menghadapi aksi intoleransi yang kerap terjadi menimpa beberapa gereja. Bigman menilai secara pasif jemaat gereja membiarkan tindak intoleransi terjadi.
“Secara pasif gereja juga ikut. 'Sudahlah itu bukan urusan kita, sudahlah nanti kita malah kena.' Jadi secara pasif juga ikut membiarkan. Itu sebab, ekstrimis intoleran ini makin kuat jadinya. Saya bilang kurang kompak kenapa? Contoh ada satu gereja ditutup, gereja yang 5 kilo dari situ gak mau ikut campur dan diam saja. Tidak memberikan support,” jelasnya kepada Jawaban.com di Jakarta, Sabtu (19/10).
Menurut Bigman, gereja harus mau bersatu dan bersama dalam menghadapi tindak intoleransi itu. Karena ketika gereja diam dan tidak perduli maka gerakan intoleran akan bertambah. Hal itu menjadi berbahaya karena disaat yang bersamaan pemerintahpun secara aktif melakukan pembiaran. Dirinya menambahkan ada beberapa hal yang mengakibatkan gereja diam.
“Pertama memang penyakit denominasi masih kuat. Contoh, 'itu bukan denominasi kita.' Dan ternyata yang satu denominasi pun tidak mau, karena beda cabang. Dan yang lebih sadis lagi, jangan ikut-ikutan nanti kita terlibat. Jadi memang sangat rendah (kepedulian gereja), saya memandangnya sangat rendah,” jelasnya.
Hanya dengan bersatulah maka setiap gerakan intoleransi yang terjadi dapat diakhiri. Sudah saatnya gereja-gereja sadar untuk melihat keluar dan jangan hanya diam di tempat. Ketika gerakan intoleransi semakin menjalar, bukan hanya umat Kristiani saja yang akan terkenan dampaknya, namun bangsa Indonesia secara luas akan mengalami kemunduran.
Baca Juga Artikel Lainnya: